Senin, 23 April 2012

Dasar Mendirikan dan Membubarkan Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan Terbatas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007
Pengertian
  • Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) serta peraturan pelaksanaannya.
  • Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.
  • Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar.
  • Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
  • Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Pendirian, Pengesahan, Daftar, dan Pengumuman PT
PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan la in berkaitan dengan pendirian Perseroan. Keterangan lain tersebut memuat sekurang-kurangnya:
  1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
  2. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
  3. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, hal pertama yang harus dilakukan pendiri adalah mengajukan nama Perseroan. Kemudian, Pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
  1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
  2. jangka waktu berdirinya Perseroan;
  3. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
  4. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
  5. alamat lengkap Perseroan.
Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri pengajuan nama Perseroan maupun permohonan, pendiri (hanya) dapat memberi kuasa kepada notaris.
Permohonan untuk memperoleh keputusan menteri harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Ketentuan mengenai dokumen pendukung diatur dengan peraturan menteri.
Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri. Daftar Perseroan memuat data tentang Perseroan yang meliputi
1.      nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan;
2.      alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
3.      nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
4.      nomor dan tangga l akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
5.      nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
6.      nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar;
7.      nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan;
8.      nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
9.      berakhirnya status badan hukum Perseroan;
10.  neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:
a.       akta pendirian Perseroan beserta keputusan menteri;
b.      akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta keputusan menteri;
c.       akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri atau sejak diterimanya pemberitahuan.
Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan
(Pasal 142-152 UUPT)
Pembubaran Perseroan terjadi:
        i.            berdasarkan keputusan RUPS;
Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 UUPT. Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
      ii.            karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator. Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
    iii.            berdasarkan penetapan pengadilan;
Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a) permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
b) permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
c) permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.
    iv.            dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
v.       karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
vi.        karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator. Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan, maka:
·         wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
·         Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
Jika ketentuan huruf b ini dilanggar, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng.
Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.
Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan. Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan. Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam surat kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya. Menteri kemudian mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan. Pemberitahuan dan pengumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas. Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Sumber :

Minggu, 22 April 2012

Kepailitan (Bangkrut)


Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.
Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya. 

Syarat-Syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit
  • Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
  • Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.
Pihak yang dapat mengajukan Pailit
Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:
  1. Pihak Debitor itu sendiri
  2. Pihak Kreditor
  3. Jaksa, untuk kepentingan umum
  4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
  5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
  6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.
Yang perlu diingat sehubungan dengan para pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit harus dapat diketahui apabila seorang pemohon tersebut adalah Debitor orang-perorangan dalam prosesnya maka harus ditinjau terlebih dahulu apakah pihak tersebut masih terikat dalam suatu perkawinan dan apakah perkawinan tersebut mempunyai perjanjian pemisahan harta?. Hal sangat penting sekali sebab orang yang terikat dalam suatu perkawinan(baik suami maupun istri) yang tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta (maka ada harta bersama/campuran) tidak dapat mengajukan permohonan pailit tanpa sepengetahuan pasangannya(suami /istri) , adapun alasannya arena pailit itu mempunyai akibat hukum terhadap harta. 

Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia
Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:
  • UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
  • UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
  • UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
  • UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
  • Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
  • Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)
Sumber :