Pengertian
Korupsi (bahasa Latin:
corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus|politisi maupun pegawai negeri,
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka
yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Dalam arti yang luas, korupsi
atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi,
yang arti harafiahnya pemerintahan
oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
- Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
- Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
- Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
- Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
- Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
- Lemahnya ketertiban hukum.
- Lemahnya profesi hukum.
- Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
- Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Akibat-akibat
korupsi
1. Tata
ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan,
gangguan penanaman modal.
2. Tata
sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata
politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata
administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya
keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan
pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.
Upaya
penanggulangan korupsi
A. Preventif
·
Membangun dan menyebarkan etos pejabat
dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang
jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
·
Mengusahakan perbaikan penghasilan
(gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan
kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan
integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang
diberikan oleh wewenangnya.
·
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan
atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan
pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat
karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
·
Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan
atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
·
Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan
politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan
kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
·
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai,
sehingga mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu
korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
B. Represif
·
Perlu penayangan wajah koruptor di
televisi.
·
Herregistrasi (pencatatan ulang)
terhadap kekayaan pejabat.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar