Paling sedikit ada 9 (sembilan) faktor yang menjadi
pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di berbagai negara.
Pertama, adalah globalisasi sistem keuangan. Pino Arlacchi, Executive Director UN Offices for Drug Control and Crime Prevention, menyatakan, bahwa "globalisation has turned the international financial system into a money launderer's dream, and this criminal process siphons away billions of dollars per year from economic growth at a time when the financial health of every country affects the stability of the global marketplace".
Kedua, adalah kemajuan di bidang teknologi. Dalam hal ini, yang paling mendorong maraknya pencucian uang adalah teknologi di bidang informasi. Salah satunya adalah kemunculan internet di dunia maya (cyber space). Dengan kemajuan teknologi informasi tersebut, batas-batas negara menjadi tidak berarti lagi. Dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Akibatnya, kejahatan-kejahatan terorganisir (organized crime) yang diselenggarakan organisasi-organisasi kejahatan (criminal organizations) menjadi mudah dilakukan secara lintas batas negara-negara.
Ketiga, adalah ketentuan rahasia bank yang sangat ketat pada suatu negara. Berkaitan dengan reformasi di bidang perpajakan (tax reforms), Uni Eropa baru-baru ini menghimbau negara-negara anggotanya meniadakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut rahasia bank. Menurut delegasi Inggris, Uni Eropa hanya dapat secara serius memerangi tax evasion (sebagai kejahatan asal pencucian uang) apabila Uni Eropa mempertimbangkan mengenai dihapuskannya ketentuan rahasia bank. Gagasan ini telah dengan keras ditentang oleh Luxembourg dan Austria. Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Luxembourg, Jean Claude Juncker, mengemukakan bahwa perdebatan mengenai hal ini tidak bernalar. Menteri Keuangan Austria, Karl-Heinz Crasser mengemukakan "The proposal from Britain certainly will not meet with our approval".
Keempat, adalah ketentuan perbankan di suatu negara yang memperbolehkan penggunaan nama samaran atau anonim bagi nasabah (indvidu dan korporasi) yang menyimpan dana di suatu bank.
Pertama, adalah globalisasi sistem keuangan. Pino Arlacchi, Executive Director UN Offices for Drug Control and Crime Prevention, menyatakan, bahwa "globalisation has turned the international financial system into a money launderer's dream, and this criminal process siphons away billions of dollars per year from economic growth at a time when the financial health of every country affects the stability of the global marketplace".
Kedua, adalah kemajuan di bidang teknologi. Dalam hal ini, yang paling mendorong maraknya pencucian uang adalah teknologi di bidang informasi. Salah satunya adalah kemunculan internet di dunia maya (cyber space). Dengan kemajuan teknologi informasi tersebut, batas-batas negara menjadi tidak berarti lagi. Dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Akibatnya, kejahatan-kejahatan terorganisir (organized crime) yang diselenggarakan organisasi-organisasi kejahatan (criminal organizations) menjadi mudah dilakukan secara lintas batas negara-negara.
Ketiga, adalah ketentuan rahasia bank yang sangat ketat pada suatu negara. Berkaitan dengan reformasi di bidang perpajakan (tax reforms), Uni Eropa baru-baru ini menghimbau negara-negara anggotanya meniadakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut rahasia bank. Menurut delegasi Inggris, Uni Eropa hanya dapat secara serius memerangi tax evasion (sebagai kejahatan asal pencucian uang) apabila Uni Eropa mempertimbangkan mengenai dihapuskannya ketentuan rahasia bank. Gagasan ini telah dengan keras ditentang oleh Luxembourg dan Austria. Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Luxembourg, Jean Claude Juncker, mengemukakan bahwa perdebatan mengenai hal ini tidak bernalar. Menteri Keuangan Austria, Karl-Heinz Crasser mengemukakan "The proposal from Britain certainly will not meet with our approval".
Keempat, adalah ketentuan perbankan di suatu negara yang memperbolehkan penggunaan nama samaran atau anonim bagi nasabah (indvidu dan korporasi) yang menyimpan dana di suatu bank.
Kelima, munculnya jenis uang baru yang disebut electronic
money (e-money), yang tidak terlepaskan dengan maraknya electronic commerce (e-commerce)
melalui internet. Praktik pencucian uang yang dilakukan dengan menggunakan
jaringan internet (Cyberspace) ini disebut Cyberlaundering. Produk-produk
e-money yang telah dikembangkan terutama untuk digunakan melalui jaringan
komputer terbuka (open computer networks), tanpa melakukan face-to-face
purchases (pembelian yang dilakukan dengan langsung hadirnya penjual dan
pembeli di tempat berlangsungnya kegiatan jual-beli). Fasilitas ini baru
tersedia secara terbatas di sebagian negara-negara yang termasuk anggota G-10.
Sistem tersebut dapat menyediakan cara untuk membeli barang-barang dan
jasa-jasa melalui internet.
Keenam, karena dimungkinkannya praktik pencucian uang dilakukan secara layering (pelapisan). Dengan cara layering, pihak yang menyimpan dana di bank (nasabah penyimpan dana atau deposan bank) bukanlah pemilik yang sesungguhnya dari dana itu. Deposan tersebut hanyalah sekedar bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menugasinya untuk mendepositokan uang itu di sebuah bank. Sering pula terjadi bahwa pihak lain tersebut juga bukan pemilik yang sesungguhnya dari dana itu, tetapi hanya sekadar menerima amanah atau kuasa dari seseorang atau pihak lain yang menerima kuasa dari pemilik yang sesungguhnya. Dengan kata lain, penyimpan dana tersebut juga tidak mengetahui siapa pemilik yang sesungguhnya dari dana tersebut, karena dia hanya mendapat amanah dari kuasa pemilik.
Ketujuh, karena berlakunya ketentuan hukum terkait kerahasiaan hubungan antara lawyer dan kliennya, dan antara akuntan dan kliennya. Dalam hal ini, dana simpanan di bank-bank sering diatasnamakan suatu kantor pengacara. Menurut hukum di kebanyakan negara yang telah maju, kerahasiaan hubungan antara klien dan lawyer dilindungi oleh undang-undang. Para lawyer yang menyimpan dana simpanan di bank atas nama kliennya tidak dapat dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengung-kapkan identitas kliennya.
Kedelapan, karena pemerintah dari suatu negara kurang bersungguh-sungguh untuk memberantas praktik pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan. Dengan kata lain, pemerintah yang bersangkutan memang dengan sengaja membiarkan praktik pencucian uang berlangsung di negaranya guna memperoleh keuntungan dengan penempatan uang-uang haram di industri perbankan untuk membiayai pembangunan,
Kesembilan, adalah karena tidak dikriminalisasikannya
perbuatan pencucian uang di suatu negara. Dengan kata lain, negara tersebut
tidak memiliki undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang
yang menentukan perbuatan pencucian uang sebagai tindak pidana. Belum adanya
undang-undang tentang pemberantasan tindak pencucian uang di negara tersebut
biasanya juga karena adanya keengganan dari negara tersebut untuk
bersungguh-sungguh ikut aktif memberan- tas praktik pencucian uang secara
internasional dan di negaranya sendiri.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar